Karya: Dina Nur Wulan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta
Esai bertema IMM sebagai gerakan literasi.
Literasi
berhubungan dengan suatu hal, yaitu tulis-menulis. Selain budaya membaca yang
kini sudah terbilang mulai pudar, budaya menulis pun begitu, apalagi di
kalangan mahasiswa. Tulis-menulis yang dimaksudkan adalah menulis sesuatu yang
bermanfaat untuk dibaca orang lain. Seseorang yang akan mulai menulis, tidak
akan mungkin bisa lancar atau dapat menulis jika dia tidak mempunyai referensi
bacaan. Kepudaran dari kedua budaya ini terjadi akibat adanya kemajuan yang
pesat dari teknologi. Kehadiran teknologi seringkali melenakan banyak
mahasiswa. Memang tidak sepenuhnya teknologi merupakan suatu hal yang menjadi
dampak negatif akibat pudarnya budaya menulis di kalangan mahasiswa, akan
tetapi itu semua juga tergantung pada mahasiswa itu sendiri.
Pertama, ada mahasiswa yang gemar menulis. Suatu kegemaran memang awal yang baik. Namun, kebanyakan sesuatu yang dituliskan tersebut hanya berupa bacaan hiburan atau tulisan-tulisan tidak bermanfaat di sosial media. Tulisan yang berupa bacaan hiburan itu pun seringkali tidak mengandung wawasan atau tidak begitu nampak nilai-nilai yang dapat diterapkan atau diambil oleh pembaca. Contoh kecil saja bacaan komedi yang hanya berisi lelucon tanpa ada sesuatu pembelajaran kehidupan yang bisa pembaca ambil. Kemudian ada pula bacaan yang sering mengundang banyak penggemar remaja dan dewasa yaitu bacaan tentang kisah cinta. Seringkali ada banyak pula penulis yang menceritakannya secara klise. Pesan yang terkandung intinya sama, namun diceritakan dalam versi yang berbeda-beda. Bahkan ada pula penulis yang lebih mengedepankan banyak kesenangan daripada apa yang seharusnya jadi hal yang dapat dipelajari pembaca dari alur cerita tersebut.
Bacaan yang menghibur atau yang sering disebut dengan karya sastra populer memang masih memiliki nilai guna untuk sekadar bacaan ringan dan tentu saja tidak semua penulis seperti itu. Sebagian penulis lainnya memang tidak hanya menulis bacaan hiburan, tetapi juga menyematkan wawasan dan nilai-nilai yang bermanfaat.
Kemudian, ada banyak sekali mahasiswa yang gemar sekali menulis di media sosial seperti facebook, twitter, blogger, dan lain-lain. Tidak ada salahnya mahasiswa memiliki kegemaran menulis di media sosial. Yang menjadi salah apabila mereka menuliskan sesuatu yang tidak pantas untuk dituliskan, sementara yang membaca adalah banyak orang dan mereka pasti akan tahu atau bisa menggambarkan sifat dan sikap orang tersebut seperti apa. Sesuatu yang tidak pantas untuk dituliskan, yaitu seperti berupa kalimat mengejek orang lain, berkata-kata kasar, mengkritik sesuatu tanpa ada solusi yang kesannya mencaci-maki, menceritakan hal-hal pribadi, mengeluh soal kehidupannya, membangga-banggakan diri sendiri karena mampu melakukan sesuatu dengan baik, atau menuliskan sesuatu yang gunayanya hanya untuk pamer. Hal-hal yang sedemikian itu hanya akan mencitrakan seorang penulis yang buruk.
Maka, sebagai mahasiswa yang berintelektual dan merupakan harapan bangsa, jika memang menulis tulisan yang bacaannya mengandung hiburan adalah suatu awal untuk menjadi gemar menulis, janganlah hanya sekadar menulis sesuatu yang klise atau mengandung unsur kesenangan semata. Tambahkanlah suatu hal yang bermanfaat untuk pembaca dan alurnya jelas. Karena hal tersebut sama dengan belajar untuk diri kita sendiri, juga memberi pembelajaran untuk orang lain. Kemudian mahasiswa yang juga gemar menulis di media sosial, hendaknya hindari menuliskan hal-hal yang malah akan mencitrakan keburukan dan jangan menunjukkan kebaikan diri yang tujuannya hanya pamer. Tulislah sesuatu yang jika dibaca orang itu bermanfaat atau setidaknya menghibur, namun tetap mengandung manfaat.
Apabila kegemaran menulis sudah terterap di dalam diri, sebagai mahasiswa yang memiliki tanggung jawab penelitian dan pengembangan dalam tri dharma perguruan tinggi, hendaknya lebih kritis, kreatif, dan inovatif untuk menjadi agent of change yang akan membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih maju dan terdepan, maka cobalah untuk menuliskan sesuatu hal yang lain selain tulisan yang menghibur. Contohnya mengkritiki sebuah bacaan, memperluas gagasan orang lain dengan pendapat kita, menulis artikel, menulis karya ilmiah, menulis sesuatu yang berkaitan dengan tujuan berdakwah, dan lain-lain sebagainya yang mengandung wawasan yang bermanfaat lebih luas lagi untuk masyarakat ketahui dengan mempublikasikannya. Islam sendiri mengajarkan kita untuk beramal dengan ahsanu amala (kerja dengan kualitas terbaik) bukan aktsaru amala (banyak kerja, tapi tak berkualitas).
Kemudian, apabila kegiatan tulis-menulis ini dikaitkan dengan mahasiswa-mahasiswa Muhammadiyah yang memiliki pergerakannya yang disebut dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), ini sangat bagus dan patut untuk dilakukan.
Seperti tujuan IMM sendiri, yaitu mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Sementara tanggung jawabnya adalah keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Dalam Muhammadiyah sendiri untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman , yaitu “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun disegenap bidang, dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridai Allah.” Dengan begitu selain IMM menegakkan dakwahnya melalui bicara, IMM juga harus menegakkan dakwahnya dengan menulis. Seperti yang dikatakan oleh seorang tokoh sastrawan bernama Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Dengan menulis, orang meninggalkan sejarah yang bermanfaat untuk orang lain yang bisa dikenang dan diteruskan perjuangannya setelah keberadaannya tidak ada lagi. Dengan begitu, dalam IMM sebagai mahasiswa Muhammadiyah yang senantiasa mengabdikan diri untuk kepentingan rakyat dan keagamaannya, juga kemahasiswaannya, maka menulislah sesuatu yang bermanfaat dan menegakkan dakwah kemuhammadiyahan berdasarkan ajaran Allah dan rasul-Nya. Tanamkanlah kegemaran menulis dalam diri untuk kepentingan bersama, sebelum menggerakkan orang lain untuk gemar menulis.
Kedua, disamping adanya mahasiswa yang masih menumbuhkan rasa kegemaran diri untuk menulis, namun disisi lain ada pula yang sudah menanamkan itu dalam diri mereka sebagai hobi. Sampai-sampai berusaha menulis agar tulisannya dimuat di penerbitan buku atau majalah dan juga diikutsertakan dalam lomba-lomba. Itu merupakan semangat yang sangat baik. Namun, ada mahasiswa yang menjadi berhenti menulis gara-gara tulisannya tidak dimuat-muat dan selalu kalah dalam lomba. Semangatnya patah, putus asa, dan tidak mau lagi untuk mencoba. Ini yang menjadi tidak baik dari mahasiswa. Sebuah tulisan tidak dimuat atau kalah dalam lomba itu bukan berarti tulisan kita tidak dihargai atau tidak bagus, melainkan kemungkinan ada yang perlu dikoreksi kembali, terlalu klise, atau kurang menarik. Karena sesuatu yang bagus untuk kita itu belum tentu menarik perhatian orang lain. Maka mahasiswa hendaknya koreksi diri dan belajar lagi. Lagipula, sebenarnya menulis dengan dipublikasikan di sosial media pun tetap menjadi sesuatu yang sangat baik walaupun tulisan tidak dimuat dalam penerbitan. Setidak-tidaknya sudah ada usaha untuk belajar membuka ide, gagasan, pendapat untuk orang lain dengan menulis. Memberikan wawasan pengetahuan pula untuk orang lain. Menulis tidak harus dimuat, tapi jika dimuat pun akan lebih baik lagi. Yang dicari dan dituju bukan bagaimana tulisan kita bisa terkenal di kalangan luas, tapi bagaimana tulisan kita mampu memberikan manfaat untuk orang lain.
Ketiga, ada pula mahasiswa yang sangat gemar menulis, tapi tulisan tersebut hanya dia simpan untuk dirinya sendiri. Dia ingin mempublikasikannya, namun dia sudah berpikir negatif dahulu sebelum mencoba. Dia merasa malu untuk dibaca, karena takut adanya komentar-komentar yang jelek, tidak senang dengan tulisannya, atau mengkritik tulisannya. Sebagai mahasiswa yang mampu berpikir luas, hendaknya janganlah membatasi diri kita hanya karena rasa takut. Lantas, bagaimana cara kita berdakwah lewat tulisan apabila memiliki rasa takut dalam mempublikasikannya? Komentar apapun itu, jadikanlah itu sebagai sebuah ujian. Jika memang apa yang kita tulis banyak yang mengkritik, itu bisa jadi memang dari diri kita sendiri yang mengalami kesalahan. Dengan begitu kita akan belajar. Mencari kebenaran-kebenaran yang lebih akurat lagi sehingga kita akan menjadi tahu dan menjadikan kita semakin maju untuk terus bersemangat menulis. Kesalahan tidak selalu ada pada si penulis, terkadang pembaca yang mengkritik pun yang salah dalam mengkritik, karena dia tidak tahu sebenar-benarnya apa yang kita tulis. Maka, kita bisa menjelaskan agar dia tahu dan kita sama-sama belajar.
Menulis bukanlah suatu bakat yang datang secara tiba-tiba. Sebagai mahasiswa yang intelektual, apalagi mahasiswa Muhammadiyah dan juga yang bergerak dalam IMM, tanpa adanya kemauan dan usaha untuk menulis, maka bakat itu tidak akan muncul. Menjadi penulis harus tahan banting. Kritikkan apapun itu jadikanlah sebuah pembelajaran. Tanamkanlah hobi menulis dalam diri kita, kemudian tulislah sesuatu yang bermanfaat untuk banyak orang, publikasikan, dan tegakkan dakwah dengan menulis. Karena, sebuah goresan pena dapat membawa perubahan yang besar.
...
Daftar Pustaka
Yulianti, Putri. 2014. “Tri Dharma Perguruan Tinggi”.
http: //m.kompasiana.com/pitriyulianti/tri-dharma-perguruan-tinggi.html. diunduh padatanggal 25 Juni 2016.
Hambali, Hamdan. 2006. Ideologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta: SURYA SARANA
GRAFIKA.
Yulius, Muhammad, dkk., 2004. Buku Sakti Menulis Fiksi. Jakarta Timur: PT Kimus Bina
Tadzkia.
Nariswari, Fitria Sis. 2012. Penyeragaman Selera dan Cita Rasa. Depok: Jurnal Kohesi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar