Seorang penyair belia sedang jatuh cinta.
Ia selalu menuliskan puisi-puisi untuk seseorang yang disayanginya.
Lalu diberikan untuk dibaca dan diingat setiap waktunya.
Setiap puisi yang ditulis penyair pasti punya inspirasinya.
Ketika ia bisa begitu indah menuliskan untuk seseorang,
tapi tidak untuk yang lainnya, sebab bukan itu bintangnya.
Selama itulah ia mencinta.
Kata-katanya menjelma kupu-kupu yang indah,
kepak sayapnya menuntun keindahannya
masuk, menjamah ke alam bawah sadar seseorang yang didamba.
Maka bukan hanya seseorang itu yang disihirnya,
tapi setiap orang yang mencuri tahu isinya
dan tengah merasakan hal yang sama.
Sampai saatnya ia menyadari bahwa perpisahan pasti tiba.
Lalu ia akan merayakan rindu dengan puisi-puisi yang masih ia jaga.
Lima tahun penyair itu merindu, selama itulah ia setia.
Sayangnya kata-kata tak selalu untuk selamanya.
Seindah apapun kalimatnya,
seseorang itu mudah lepas karena tak dapat lama-lama percaya
Penyair itu kehabisan kata.
Saat yang didamba tak lagi jadi bagian dari puisinya,
bagian dari kata-katanya, bagian dari hidupnya.
Dewasa tiba, penyair itu menyadari kesalahannya
bahwa cinta tak bisa hidup hanya dengan kata-kata
Yogyakarta, 18 November 2019
Puisi ini sudah dibukukan bersama penulis lain dan ikut
serta tergabung dalam Antologi Puisi berjudul “5:00″ (buku kedua) oleh
Ellunar Publisher.